Perbandingan Pembangunan Sosial Indonesia dan China

Bab I

Indonesia vs China

 

Tujuan besar berdirinya negara adalah mencapai kesejahteraan untuk seluruh warga negaranya. Untuk itu, dilaksanakan pembangunan nasional dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lingkungan. Pembangunan sosial sebagai bagian integral dari pembangunan nasional harus selalu dilaksanakan oleh negara untuk mengatasi kesenjangan akibat pembangunan ekonomi yang cenderung menghasilkan ketimpangan antara  si kaya dan si miskin. Menurut Soetomo (2006) pembangunan sosial dapat diartikan sebagai pembangunan yang menyangkut aspek non ekonomi dan dalam rangka tercapainya hak asasi atau kehidupan warga masyarakat sesuai harkat martabatnya sebagai manusia. Di lihat dari aspek pembangunan nasional, pembangunan sosial diposisikan bersifat komplementer terhadap pembangunan ekonomi. Konsep pembangunan sosial juga dikaitkan dengan mewujudkan cita-cita Negara kesejahteraan (welfare state). Ndraha (dikutip Soetomo, 2006) menyatakan bahwa konsep tersebut bersumber dari pemahaman tentang fungsi negara, Negara tidak lagi hanya bertugas memelihara ketertiban dan menegakkan hukum, tetapi terutama adalah meningkatkan kesejahteraan warganya.

Aspek kesejahteraan kekinian mengacu pada Millenium Development Goals (MDGs). MDGs merupakan komitmen nasional dan kemitraan global dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang diupayakan melalui pembangunan sosial. MDGs meliputi delapan tujuan yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup serta mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan. Penyelenggaraan pembangunan sosial di berbagai negara, seperti di Indonesia dan China, mengacu pada 8 tujuan MDG’s tersebut.

Tulisan ini membahas tentang perbandingan pembangunan sosial di Indonesia dan China. Membandingkan pembangunan sosial di kedua negara tidak berarti mencari keunggulan satu negara atas negara lain namun mempelajari keberhasilan dan kegagalan pengalaman pembangunan sosial di kedua negara tersebut. Indonesia dan China dipilih untuk dibandingkan pembangunan sosialnya karena memiliki kesamaan dan perbedaan dalam berbagai aspek. Meskipun di mata dunia Indonesia belum dipandang sebagai negara besar dan berhasil seperti China, akantetapi karena beberapa alasan Indonesia layak disandingkan dengan China dalam perbandingan pembangunan sosial.    

Persamaan Indonesia dan China dapat dilihat dari beberapa aspek fisik yaitu sama-sama memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang besar. Pada saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 231 juta jiwa terbesar ke tiga di dunia setelah India, sedangkan China menduduki peringkat utama dunia dengan jumlah penduduk 1,34 miliar jiwa. Keduanya merupakan negara kesatuan yang terbentuk melalui serangkaian proses sejarah yang hampir sama. Keduanya sama-sama pernah dijajah dan pernah menjadi pemeluk teguh komunis. Ditinjau dari aspek ekonomi, Indonesia diprediksikan akan menyusul China dan India sebagai tiga besar ekonomi Asia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari GDP terus merangkak naik sebesar 6,1% tahun 2010, 6,3% tahun 2011, dan 6,5% tahun 2012. Sementara itu, China memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata 8% dari GDP.

Menurut A. Tony Prasetiantono, Kepala Pusat Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM, dalam Seminar Indonesia Rising: The Repositioning of Asia’s Third Giant di Fisipol UGM pada 28 Juni 2012, terdapat tiga persamaan sekaligus perbedaan antara Indonesia dan China. Pertama, meskipun kedua negara sama-sama memiliki visi, namun Indonesia mengalami kegagalan dalam implementasinya karena tidak mempunyai pemimpin yang kuat. Sebaliknya, China berhasil secara gemilang dalam mengimplementasikan visinya. Keberhasilan China tidak bisa lepas dari keberadaan kepemimpinan yang kuat dari Deng Xiaoping yang berhasil membebaskan China dari kungkungan kediktatoran Komunis Mao Zedong melalui kebijakan pintu terbuka (open door policy). Menurut Winarno (2010) dari kajian-kajian kontemporer tentang keberhasilan pembangunan ekonomi China melalui beragam pendekatan dan perspektif yang dilakukan oleh para ahli tampak bahwa keberhasilan ekonomi China disebabkan oleh banyak faktor: kebijakan negara yang konsisten sejak Deng Xiaoping dan penerusnya, pertumbuhan pasar-pasar domestik, upah buruh yang rendah, kepastian hukum, dan semangat nasionalisme yang tidak pernah padam. Keberhasilan pembangunan ekonomi China didukung oleh kuatnya stabilitas politik serta konsistensi penyelenggaran negara yang disertai dengan semangat nasionalisme sehingga China mampu menahklukkan neoliberalisme.

Kedua, China lebih beruntung dalam hal investasi karena ada kejenuhan ekonomi di negara tetangga seperti Jepang, Hongkong, dan Taiwan akibat tingginya produksi dan salary. Milestone pembangunan ekonomi China berhasil yaitu upaya Deng Xiaoping dan tragedi lapangan Tiananmen yang membuat China lebih terbuka dengan dunia luar. Pertumbuhan ekonomi China dapat sustainable karena China melakukan expenditure secara berkelanjutan. Misalnya menggelar Shanghai Expo secara berkala. Expenditure ini mendorong dibangunnya infrastruktur sehingga dapat menarik investor. Sementara itu, milestone Indonesia berupa reformasi tahun 1998 berhasil merubah pemerintahan sentralistik menuju desentralistik akan tetapi menimbulkan chaos serta mengalami kegagalan dalam pemekaran propinsi dan kabupaten baru. Secara umum, persoalan ekonomi Indonesia terletak pada sustainability, infrastructure, dan connectivity. Komposisi penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh kelas menengah yang konsumtif tetapi konsumsi tidak akan sustainable apabila tidak didukung oleh investasi. Sedangkan infrastructure dan connectivity belum dapat diselesaikan oleh pemerintah. Meskipun demikian, kedua negara mempunyai masalah yang sama yaitu disparitas dan separatisme. Di China disparitas terjadi antara kawasan pedalaman dan pesisir pantai timur yang menimbulkan persoalan kemiskinan, separatisme terjadi di Tibet. Sedangkan di Indonesia disparitas terjadi antara Pulau Jawa dan pulau-pulau lain di luar Jawa serta pusat dan daerah sehingga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang pada akhirnya mendorong separatisme salah satunya di Timika, Papua.    

Ketiga, China memiliki China Perantauan (Overseas Chinesse) dalam jumlah besar dan tersebar di seluruh penjuru dunia yang rajin mengirimkan remitan dan investasi ke negaranya dalam jumlah besar. Indonesia juga memiliki kaum perantauan yang mengirimkan remitan namun tidak sebesar China. Di samping itu, banyaknya masalah korupsi di Indonesia membuat investor enggan menanamkan modalnya.

Investasi mengalir deras di China. Ini bukan semata-mata keberuntungan China karena memiliki tenaga kerja yang besar dan murah serta letak geografis China yang dekat dengan new industrializing country seperti Jepang, Taiwan, dan Hongkong namun juga atas kebijakan untuk mendorong investasi oleh pemerintah China. Kebijakan untuk menarik investasi yaitu China membangun infrastruktur di lebih dari 100 lokasi khusus untuk investor asing, melaksanakan pelayanan investasi di bawah satu atap yang menyediakan petugas khusus untuk membantu kelancaran usaha investor asing.

Keberhasilan pembangunan di China tidak dapat dipisahkan oleh budaya masyarakatnya yang rajin, disiplin, tidak boros, dan malu apabila miskin. Di sisi lain, untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan komitmen, Pemerintah China menindak tegas pelaku korupsi. Buku Putih China mengatur mereka yang menawarkan dan menerima suap bisa dihukum serta suap kepada pejabat publik digolongkan sebagai tindak kriminal. Penerima suap dihukum mati, pemberi suap dihukum seumur hidup. Pemerintah China sengaja mengumumkan daftar hitam siapa saja yang memberi suap supaya seluruh elemen masyarakat terlibat dalam gerakan anti korupsi.  

 

 

Bab II

Komparasi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan di Indonesia dan China

 

  1. A.    Paradigma Kebijakan Pembangunan Sosial

Masing-masing negara memiliki mekanisme penyelenggaraan pembangunan sosial yang berbeda-beda. Kebijakan pembangunan sosial di suatu negara dipengaruhi oleh ideologi yang dianut dan digunakan untuk menjalankan kehidupan bernegara. Kebijakan sosial mencakup aspek pelaksanaan kebijakan sosial, cakupan kebijakan sosial, keberlanjutan kebijakan sosial, dan sasaran kebijakan sosial. Namun demikian, pembangunan ekonomi dari segi Gross Domestic Product tidak selalu diikuti dengan tingginya pengeluaran sosial. Begitu pula pengeluaran sosial yang rendah di suatu negara tidak selalu dikarenakan pembangunan ekonominya yang rendah.

Berdasarkan pelaksanaannya, kebijakan sosial dibedakan menjadi dua. Pertama, model imperatif dimana kebijakan sosial terpusat, seluruh tujuan-tujuan sosial, jenis, sumber, dan jumlah pelayanan sosial seluruhnya ditentukan oleh pemerintah. Kedua, model indikatif atau partisipatif yaitu kebijakan sosial mengupayakan kesamaan visi dan aspirasi seluruh masyarakat. Pemerintah hanya menentukan sasaran kebijakan secara garis besar, sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat atau NGO.

Adapun berdasarkan cakupannya, kebijakan sosial dibedakan menjadi dua yaitu universal dan selektivitas. Kebijakan sosial universal diarahkan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhan pelayanan sosial warga masyarakat secara menyeluruh tanpa membedakan usia, jenis kelamin atau status sosial. Sebaliknya, kebijakan sosial selektivitas hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sosial warga masyarakat tertentu (mean-test/need-test).

Sementara itu, keberlanjutan kebijakan sosial dikategorikan menjadi dua. Pertama, kebijakan sosial yang bersifat kuratif atau residual bahwa kebijakan sosial hanya diperlukan apabila lembaga-lembaga alamiah seperti pasar dan keluarga tidak dapat menjalankan peranannya sehingga pelayanan yang diberikan bersifat temporer. Kedua, kebijakan sosial yang bersifat institusional atau antisipatif/preventif yang tidak mempertimbangkan berfungsi atau tidaknya lembaga-lembaga alamiah maka pelayanan sosial yang diberikan bersifat ajeg, melembaga, dan berkesinambungan. Secara umum terdapat tiga bentuk program pemerintah yang ditekankan oleh pendekatan institusional, yaitu:

  1. penciptaan distribusi pendapatan
  2. stabilisasi mekanisme pasar swasta
  3. penyediaan barang-barang publik (pendidikan, kesehatan, rekreasi) yang tidak dapat disediakan oleh pasar secara efisien.

Charles Zastrow (2000) menambahkan perspektif pengembangan (developmental) yaitu pendekatan alternatif yang merupakan jalan tengah bagi perdebatan antara penganut pendekatan residual yang berbasis paham konservatif dan penganut pendekatan institusional yang berbasis paham liberal.

 Sasaran kebijakan sosial meliputi model kategorikal dan komprehensif. Model kategorikal hanya difokuskan untuk mengatasi suatu permasalahan sosial berdasarkan sektor permasalahan tertentu sehingga bersifat spesifik dan parsial. Di sisi lain, model komprehensif memfokuskan tidak hanya satu bidang tertentu saja melainkan bidang-bidang lain yang terkait dengannya dan dirumuskan dalam satu kebijakan sosial terpadu.

 

  1. B.     Pembangunan Sosial di Indonesia

Meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu agenda dan prioritas pembangunan sosial di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat oleh pemerintah dilakukan melalui tiga jalur strategi pembangunan yaitu pro-pertumbuhan, pro-lapangan kerja, dan pro-masyarakat miskin. Strategi pro-masyarakat miskin inilah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas masyarakat agar dapat berkontribusi terhadap pembangunan serta memperluas akses terhadap pelayanan dasar.

Berdasarkan segmentasi penerima program, pemerintah mengelompokkan program-program penanggulangan kemiskinan dalam tiga kluster. Kluster pertama adalah kelompok program yang memberikan bantuan dan perlindungan sosial yang ditujukan bagi masyarakat yang paling miskin di antara yang miskin. Kelompok ini tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, sehingga tanpa diberikan bantuan sosial kondisi mereka akan semakin sulit. Program-program yang termasuk dalam kelompok ini adalah subsidi BBM, program Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH) bagi rumah tangga sangat miskin yang memenuhi persyaratan, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Persalinan (Jampersal), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Kluster kedua adalah kelompok program yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat dengan tujuan memberdayakan masyarakat. Program pemberdayaan ditujukan bagi mereka yang tidak termasuk atau sudah terlepas dari kluster pertama. Masyarakat didorong dan difasilitasi untuk dapat mengoptimalkan potensi dan lingkungan yang mereka miliki. Melalui pemberdayaan masyarakat diharapkan masyarakat dapat berperan sebagai subjek pembangunan dan mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan secara mandiri. Program-program dalam kelompok ini berada di bawah payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Sementara itu, kluster ketiga adalah kelompok program pemberdayaan atau pembinaan usaha mikro dan kecil yang secara berkesinambungan melanjutkan keberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kemandiriannya. Kelompok ini meliputi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan program dana bergulir untuk kegiatan produktif skala mikro.

Di samping itu, beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga mencantumkan tentang kewajiban negara dalam menciptakan sistem jaminan sosial untuk pembangunan sosial. Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan pasal 34 UUD 1945 ayat 1 “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, ayat 2 “negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”, ayat 3 “negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Kedua pasal tersebut mengamanatkan tanggungjawab pemerintah dalam pembangunan kesejahteraan sosial.

Berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pemerintah Indonesia menyelenggarakan jaminan sosial berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Kesehatan, dan Jaminan Pensiun. Di bawah ini table pembayaran iuran program jaminan sosial berdasarkan UU No. 40 tahun 2004.

 

Tabel 1.

Pembayaran Iuran Program Pembangunan Sosial

 

No.

Program

Pengusaha

Pekerja

1.

Jaminan Kecelakaan Kerja

v

2.

Jaminan Hari Tua

v

v

3.

Jaminan Kematian

v

4.

Jaminan Kesehatan

v

v

5.

Jaminan Pensiun

v

v

 

Sementara itu, skema jaminan sosial di bidang pendidikan dilaksanakan melalui Program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan perlindungan sosial dalam kesehatan dan  pendidikan melalui PKH (Program Keluarga Harapan). Di sisi lain, sistem jaminan kesehatan di Indonesia menggabungkan pendekatan market-driven dan state-controlled. Berikut ini skema jaminan kesehatan yang beroperasi di Indonesia:

  • Askes (Asuransi Kesehatan) adalah skema asuransi kesehatan yang diwajibkan bagi pegawai negeri sipil.
  • Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) merupakan skema asuransi sosial bagi tenaga sektor formal swasta yang dikelola oleh PT. Jamsostek, meliputi empat program, yakni kecelakaan kerja, kematian, dana pensiun, dan kesehatan.
  • Asabri (Asuransi Sosial ABRI) yaitu skema asuransi sosial bagi anggota ABRI dan Kepolisian. Asabri hampir sama dengan dana pendamping, mencakup pesangon dan pensiun hari tua yang pesertanya juga mempunyai askes terhadap RS milik angkatan bersenjata.
  • JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) merupakan skema asuransi komersial yang dioperasikan oleh pemerintah. Pelayanan diberikan melalui Badan Pelaksana (Bapel) yakni penyelenggara asuransi kesehatan swasta. Mengacu pada model Health Maintenance Organisation (HMO) di Amerika Serikat.
  • Askeskin (Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin) berlaku sejak tahun 2005 berupa skema kartu kesehatan menggantikan Kartu Sehat  bagi orang miskin sebagai bagian dari Program JPS (Jaring Pengaman Sosial). Pada tahun 2008, berubah menjadi Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat).
  • Dana Sehat adalah skema jaminan kesehatan berbasis masyarakat yang beroperasi berdasarkan sistem pendanaan mikro dan inisiatif lokal, seperti dana masyarakat (community funds).
  • Asuransi kesehatan komersial yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan swasta bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.

 

Di sisi lain, terdapat sistem jaminan sosial tradisional yang telah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Jaminan sosial tradisional berkembang dari tradisi gotong-royong yang melahirkan berbagai aktivitas jaminan sosial tradisional seperti arisan, dana sosial untuk orang sakit, lumbung desa, dan berbagai pola pertanian komunal untuk menjamin ketahanan pangan masyarakat.

 

  1. C.    Pembangunan Sosial di China

Di China, menjadi miskin adalah sebuah aib. Kebudayaan China memiliki pandangan bahwa menjadi miskin adalah memalukan, berbeda dengan masyarakat pada kebudayaan lain yang tidak merasa malu dengan status miskinnya. Kemiskinan di China terjadi akibat ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara kawasan pesisir sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan pedalaman yang penduduknya merupakan petani miskin. Luan Jianzhang, Wakil Dirjen Badan Riset Departemen Internasional Komite Sentral Partai Komunis China menyatakan bahwa pada tahun 2012 tak kurang 128 juta dari sekitar 1,34 miliar penduduk China hidup di bawah garis kemiskinan (Setiawan 2012). Angka kemiskinan ini menurun dibandingkan pada tahun 2001 yang mencapai 212 juta.

Urbanisasi akibat laju industrialisasi merupakan masalah besar kedua bagi China setelah kemiskinan. Tingkat urbanisasi mencapai 46,6%, 600 juta warga China hidup di perkotaan dan 700 juta lainnya di pedesaan. Terjadi migrasi buruh tani secara masal dari wilayah padat penduduk berlahan sempit seperti dari Propinsi Anhui, Sichuan, Henan, dan Zhejiang ke kota-kota pesisir daratan Cina. Migrasi ini terjadi akibat surplus tenaga buruh pertanian di pedesaan. Di samping itu, bekerja di kota merupakan prestise tersendiri bagi keluarga yang ditinggalkan di desa. Migran bergerak dari kota satu ke kota lainnya demi mendapatkan pekerjaan. Apabila tidak mendapatkan pekerjaan, migran mengemis ke kota-kota besar.

Guidi dan Chuntao (2007), di China saat ini, tak ada orang yang ingin tinggal di pedesaan. Para petani melakukan apa pun untuk pergi, pemuda yang cerdas mendaftar kuliah atau mendapatkan pekerjaan lewat koneksi, mereka mengikuti arus ke kota sebagai migran. Sumber daya manusia di pedesaan yang menyusut langsung menurunkan sumber material, dan semangat kreatifitas menjadi tergerus. Untuk menghadapi persoalan urbanisasi Pemerintah China melaksanakan program Keluarga Berencana satu anak, kebijakan mengintegrasikan pembangunan kota dan desa, dan kebijakan perlakuan adil terhadap pekerja migran.

Ironis, pertumbuhan China yang pesat disertai dengan persoalan kemiskinan. Menurut Dharmawan (2006) orang miskin tidak hanya ditemukan di daerah dengan nilai PDB per kapita terendah atau di provinsi termiskin, mereka tersebar di seantero wilayah, terutama di daerah pedesaan. Pada awal dilakukannya proses modernisasi pembangunan, petani diuntungkan. Namun demikian, modernisasi lebih banyak menyentuh perkotaan sehingga memaksa petani bermigrasi ke kota. Kawasan perkotaan mengalami perkembangan yang pesat akibat peralihan pekerjaan, tenaga kerja, dan investasi dari pedesaan. Sebaliknya, sebagian besar kawasan pedesaan terbengkalai.

Pattiradjawane dan Santoso (dalam Dharmawan 2006), Konggres Rakyat Nasional yang ke-16 tahun 2002 diupayakan memotong kesenjangan sosial yang semakin tajam. Pada saat itu dibuat serangkaian kebijakan mengangkat perekonomian pedesaan dan meniadakan pajak yang ditarik dari petani. Petani menjadi sasaran empuk pajak, pada tahun 2004 petani membayar pajak pertanian sebesar 2,8 miliar dollar AS kepada negara. Perolehan pajak tersebut digunakan oleh Pemerintah China untuk membangun industri di perkotaan.

Oleh karena itu, dalamrangka membangun pedesaan, untuk periode 2006-2010 pemerintah melaksanakan kebijakan membangun pedesaan yang baru. Pemerintah meningkatkan alokasi dana pembangunan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani serta memperbaiki sarana dan layanan publik. Tahun 2006, pemerintah menghapus pajak pertanian yang sudah berlaku di China selama 2.600 tahun. 

Pembangunan sosial di China pada era Hu Jintao berupa kebijakan harmoni sosial, konsep usaha patungan, modernisasi lintas sektor serta program pengentasan kemiskinan di wilayah tertinggal.

Pertama, kebijakan harmoni sosial berusaha mengubah pendekatan pertumbuhan ekonomi menjadi model pembangunan berkelanjutan dengan cara mengurangi polusi dan konsumsi energi. Di samping itu, kebijakan harmoni sosial mengalihkan fokus pembangunan dari perkotaan ke pedesaan dan menyeimbangkan pembangunan antara kawasan pedalaman dan pesisir karena selama ini pembangunan hanya terpusat di kawasan pesisir. Sementara itu, untuk mengimbangi investasi asing ke China yang luar biasa besar maka pemerintah mendorong investasi domestik. Jadi, kebijakan harmoni sosial merupakan anti tesis terhadap konsep pendekatan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan.

Kedua, konsep usaha patungan. Kebijakan ini merupakan dukungan nyata pemerintahan Hu Jintao terhadap perusahaan lokal supaya bisa memainkan peran penting di pasar internasional. Upaya ini bertujuan untuk menciptakan merk dagang China di pasar internasional. Konsep usaha patungan bersama dilakukan dengan cara menggabungkan investor dari perusahaan-perusahaan asing dengan perusahaan-perusahaan lokal. Upaya ini dilakukan untuk membangun daya saing perusahaan-perusahaan lokal dengan perusahaan-perusahaan asing di dalam sistem pasar internasional. Konsep usaha patungan menuai sukses terutama di sektor industri otomotif. Melalui usaha patungan China berhasil membuat merk mobil Wanfeng dengan harga murah yang merupakan tiruan dari Jeep Cherokee.

Ketiga, modernisasi lintas sektor merupakan revolusi industri yaitu merubah teknik produksi tradisional menjadi teknik produksi modern. Modernisasi industri di China berhasil mendongkrak perkembangan industri otomotif, farmasi dan telekomunikasi.

Keempat, program-program pengentasan kemiskinan di wilayah tertinggal. Program ini ditujukan pada keluarga miskin supaya dapat meningkatkan pendapatan. Partisipasi dan pemberdayaan merupakan prinsip utama dalam pembangunan sosial. Program pengentasan kemiskinan ditempuh melalui berbagai program turunan, yaitu:

  • Pengentasan kemiskinan melalui teknologi
  • Koordinasi perkotaan dan pedesaan, termasuk mendorong industri pertanian
  • Pembebasan pajak pertanian
  • Membebaskan biaya pendidikan sembilan tahun
  • Memberikan jaminan sosial universal

Selain itu, melalui pembangunan sosial juga ditempuh upaya untuk menciptakan lapangan kerja. Dari tahun 2006 hingga 2010, terdapat kurang lebih 57,71 juta pekerjaan baru yang diciptakan di area perkotaan sehingga sekitar 45 juta orang dari pedesaan berpindah ke posisi pekerjaan yang baru tersebut. Untuk mendukung program tersebut, disertai dengan program pelatihan untuk menciptakan lapangan kerja baru. Pada tahun 2010, pemerintah daerah melaksanakan program pelatihan masal yang mengirim angkatan pertama sebanyak 12.000 pengangguran lulusan perguruan tinggi ke beberapa daerah di Cina.

Di samping itu, program keluarga berencana yang mendorong kebijakan 1 anak turut berperan dalam pembangunan. Melalui kebijakan 1 anak jumlah penduduk di China dapat ditekan sehingga menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Dengan hanya memiliki 1 anak beban keluarga semakin ringan, masyarakat bisa menabung. Selain investasi, tabungan merupakan modal bagi pembangunan. Dengan demikian, kebijakan 1 anak pada program keluarga berencana di China dapat digolongkan dalam program-program pembangunan sosial.

 

 

 

 

  1. D.    Komparasi Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial di Indonesia dan China

Kesejahteraan adalah suatu kemakmuran yang harus didukung dengan implementasi sistem jaminan sosial. Suatu negara dikatakan sejahtera apabila dicapai keamanan ekonomi meliputi terkendalinya tingkat inflasi dan rendahnya tingkat pengangguran. Jaminan sosial adalah sistem proteksi yang ditujukan untuk mencegah kemiskinan orang per orang karena adanya peristiwa-peristiwa sakit, kecelakaan, kematian prematur, PHK sebelum usia pensiun dan hari tua yang memungkinkan hilangnya pekerjaan dan penghasilan. Purwoko (2010), teori kesejahteraan adalah konsep kebutuhan dasar bagi masyarakat yang membutuhkan agar dapat melaksanakan kembali fungsi-fungsi sosialnya. Jaminan sosial melakukan mitigasi resiko dalam menetapkan besarnya kompensasi penghasilan (income substitute) dengan menetapkan besarnya income substitute maksimal 2/3 dari penghasilan tenaga kerja yang masih aktif. Jaminan sosial tidak mengenal status bentuk negara atau pemerintahan, karena implementasi sistem jaminan sosial ditujukan oleh, dari, dan untuk rakyat.

Program jaminan sosial dikelompokkan ke dalam lima program besar yaitu (a) program hari tua, cacat, dan ahli waris, (b) program sakit dan persalinan, (c) program kecelakaan, (d) program sementara tidak bekerja, dan (e) program bantuan keluarga. Program hari tua, cacat, dan ahli waris merupakan penyelenggaraan pensiun berupa manfaat pasti yang memberikan manfaat berkala sampai pencari nafkah utama meninggal dunia beralih ke pensiun janda/duda hingga sampai ke anak (pensiun ahli waris). Di samping itu, pensiun cacat diberikan akibat kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja. Program sakit dan persalinan adalah program pencegahan atas gangguan kesehatan yang diberikan kepada setiap tenaga kerja dan keluarganya dalam bentuk konsultasi dokter umum/keluarga, konsultasi dokter spesialis sesuai rujukan, farmasi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan persalinan dan rawat inap termasuk layanan gawat darurat.

Sementara itu, program kecelakaan dikaitkan dengan hubungan kerja berdasarkan sistem jaminan sosial meliputi berbagai pelayanan medis dan pemberian manfaat tunai berupa tunjangan. Program sementara tidak bekerja ialah asuransi pengangguran bagi tenaga kerja terkena PHK sebelum usia pensiun. Program bantuan keluarga termasuk skema bantuan sosial yang berbasis pajak, hanya diberikan kepada keluarga miskin dan diberikan sesuai permohonan secara selektif oleh BJPS.

Kepesertaan sistem jaminan sosial di China meliputi tenga kerja yang menerima upah secara regular pada sektor formal yaitu pada program hari tua, sakit dan persalinan, kecelakaan, dan sementara tidak bekerja. Serta tenaga kerja usaha mandiri (TKUM) pada program hari tua dan kecelakaan. Sedangkan bantuan keluarga kepesertaannya secara universal. Sementara itu, di Indonesia program hari tua, sakit, dan kecelakaan kepesertaannya secara TKUR. Untuk bantuan keluarga sama seperti di China berlaku kepesertaan secara universal. Di China bentuk badan hukum BJPS pada dasarnya sama dengan Indonesia yaitu BJPS per kepesertaan seperti Lembaga Asuransi Sosial (LAS) dan Jamsostek. Namun demikian, bentuk BJPS di China adalah badan hukum publik yang semi otonom. Berbeda dengan Jamsostek di Indonesia yang merupakan BUMN Persero. Di bawah ini disajikan tabel komparasi dasar hukum penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia dan China.

 

Tabel 2.

Dasar Hukum Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial di Indonesia dan China

 

No.

Program

Indonesia

China

1.

Hari tua, cacat, dan ahli waris

UU No. 3/1992

(Jamsostek)

UU Jamsos 1953

2.

Sakit dan persalinan

UU No. 3/1992

(Jamsostek)

UU Jamsos 1953

UU Jamsos 1986

UU Jamsos 2007

3.

Kecelakaan

UU No. 3/1992

(Jamsostek)

UU Jamsos 1953

4.

Sementara tak bekerja

UU No. 13/2003

(Ketenagakerjaan)

UU Jamsos 1999

5.

Bantuan keluarga

UU No. 11/2009

(Kesejahteraan)

Sumber: US Social Security Administration (2009)

 

Program pensiun di China memberikan manfaat berkala seumur hidup dengan kepesertaan wajib bagi setiap perusahaan yang mempekerjakan 1 orang. Di Indonesia pembayaran manfaat hari tua secara sekaligus dalam JHT Jamsostek walaupun sesuai pasal 14 UU No. 3/1992 dapat ditransformasi ke dalam pensiun berkala. Program sakit dan persalinan baik di Indonesia maupun di China kepesertaannya bersifat opsi. Penyelenggraan program sakit di China berdasarkan UU tahun 1953 tentang jaminan kesehatan bagi tenaga kerja kontrak dan UU tahun 2007 tentang jaminan kesehatan bagi tenaga kerja usaha mandiri di perkotaan. Program jaminan kecelakaan kerja di Indonesia dan China dalam pelaksanaannya hampir sama. Program asuransi pengangguran di China berdasarkan UU tahun 1999 tentang jaminan sosial. Tujuan penyelenggaraan asuransi pengangguran di China adalah untuk mengantisipasi tingginya PHK sebelum usia pensiun sebagai konsekuensi penerapan ekonomi pasar sejak tahun 2000. Sedangkan Indonesia belum menyelenggarakan program asuransi pengangguran. Sebagai gantinya diberlakukan program pesangon yang diatur dalam pasal 156 UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Karena UU Ketenagakerjaan dinilai memberatkan pengusaha maka apabila terjadi PHK sbelum usia pensiun berhak menarik JHT-Jamsostek sepenjang masa kepesertaan 5 tahun.

Tabel 3.

Iuran Sistem Jaminan Sosial dari Persentase Upah di Indonesia dan China

 

No.

Program

Indonesia

China

1.

Hari tua, cacat, dan ahli waris

Perusahaan   4,00

Tenaga kerja 2,00

                     6,00

Perusahaan    2,00

Tenaga kerja  8,00

                     28,00

2.

Sakit dan persalinan

Perusahaan 6,00

 

Perusahaan   6,00

Tenaga kerja  2,00

                      8,00

3.

Kecelakaan

Perusahaan 1,00

Perusahaan 1,00

4.

Sementara tak bekerja

Perusahaan   2,00

Tenaga kerja 1,00

                3,00

5.

Bantuan keluarga

Ad hoc

APBN

Sumber: US Social Security Administration (2009)

 

Iuran sistem jaminan sosial merupakan persentase upah. Iuran program hari tua di China ditetapkan maksimal 20% dari upah yang menjadi beban perusahaan, kemudian tenaga kerja diwajibkan mengikuti program tabungan wajib dengan iuran 8% upah. Program hari tua di Indonesia 6% upah meliputi 4% beban perusahaan dan 2% beban tenaga kerja. Program hari tua mencakup jaminan hari tua (JHT) yang dikaitkan dengan asuransi kematian dengan iuran 0,3% sehingga iuran JHT sebesar 5,7% dari upah. Iuran program sakit di China ditetapkan sebesar 8% yang terdiri atas 6% iuran beban perusahaan dan 2% iuran menjadi tanggungan tenaga kerja. Dalam JPK Jamsostek iuran program sakit ditetapkan sebesar 6% sepenuhnya menjadi tanggungjawab perusahaan. Hampir semua negara menerapkan pendanaan bersama dalam membiayai program sakit kecuali Indonesia. Iuran program kecelakaan di Indonesia dan China berlaku sama antara 0,7 – 1,6% upah yang menjadi beban perusahaan. Iuran program sementara tidak bekerja di China sebesar 3%.

Pada tahun 2011 Kementrian Sumber Tenaga dan Jaminan Sosial China dan Bank rakyat China bersama-sama menghidupkan penggunaan kartu jaminan sosial dengan fungsi moneter. Masyarakat dapat menikmati jaminan sosial dan layanan moneter seperti menabung, kartu kredit, transfer rekening, dan konsusmsi melalui kartu jaminan sosial. Program ini dalamrangka memudahkan rakyat, menguntungkan rakyat, dan mensejahterakan rakyat (Indonesia.cri.cn 2011).

 

Bab III

Penutup

 

Komparasi pembangunan sosial dan kesejahteraan di Indonesia dan China memberikan masukan kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan penyesuaian dan pembaharuan pembangunan sosial berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk rakyat sehingga dicapai kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Pembangunan sosial sangat penting untuk menanggulangi dan mengatasi kesenjangan sosial akibat pesatnya pertumbuhan ekonomi. Pesatnya pertumbuhan ekonomi di China menyebabkan munculnya persoalan disparitas antara kawasan pedalaman dan kawasan pesisir pantai timur sehingga urbanisasi dan kemiskinan merajalela. Demikian halnya di Indonesia, disparitas juga menjadi persoalan. Indeks koefisiensi gini Indonesia yang mencapai 0,36 – 0,37 membuat masalah ekonomi tumbuh pesat serta kesenjangan sosial dan ekonomi semakin lebar. Kesenjangan ekonomi dan sosial sangat kentara antara si kaya dan si miskin, antara pusat dan daerah.

Keberhasilan pembangunan ekonomi dan sosial di China tidak lepas dari peran negara yang dominan melalui hegemoni Partai Komunis China. Dalam Winarno (2009) peran negara yang sangat dominan tersebut tidak dapat dilepaskan dari filsafat pemikiran yang berkembang di China yaitu Konfusionisme, Taoisme, dan Zen. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut kebijakan pemerintah China selalu berorientasi pada kesejahteraan sosial. Meskipun telah menjalankan ekonomi pasar namun China dapat memegang teguh prinsip komunisme dalam menjalankan pemerintahan maka tidak tergerus oleh hegemoni barat. Berbeda dengan Indonesia yang terbawa arus neoliberalisme sehingga sering kali melupakan Pancasila sebagai landasan idiil bernegara. China mengedepankan pendidikan dan teknologi dalam pembangunan. Kedepan Indonesia perlu memfokuskan pembangunan pendidikan dan teknologi untuk mendorong pembangunan nasional. 

Selain itu, pemerintah Indonesia perlu melakukan pembaharuan sistem jaminan sosial yang bersifat inklusif serta mengoptimalkan peran jaminan sosial informal yang telah tumbuh subur di dalam budaya dan kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hubungan kerja yang berlandaskan decent work merupakan jalan bagi pengembangan sistem jaminan sosial yang berkelanjutan. Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia belum memiliki sistem jaminan sosial untuk program sementara tidak bekerja. Padahal jumlah pengangguran di Indonesia per februari tahun 2012 mencapai 7,6 juta orang atau 6,56 % dari total angkatan kerja sebanyak 120,4 juta orang. Program jaminan sosial tidak bekerja mendesak untuk dilaksanakan demi menciptakan ketahanan sosial dan stabilitas nasional dari tidak kriminalitas dan kerawanan sosial akibat meledaknya jumlah pengangguran.

Menurut Purwoko (2010) permasalahan yang mendasar dalam implementasi sistem jaminan nasional di Indonesia meliputi lima persoalan pokok, yaitu:

  1. Masalah kemiskinan bahwa sepertiga penduduk Indonesia miskin dan kesempatan kerja lebih dari 70% di sektor informal.
  2. Rendahnya upah minimum nasional yang hanya sebesar 2 USD per hari akan menyulitkan dalam penetapan iuran jaminan sosial yang disarankan berkisar antara 14 – 17 % dari upah.
  3. Adanya range upah yang mencolok yaitu 1:160.
  4. Keterbatasan pengawasan dan penindakan hukum dalam penyelenggranaan program Jamsostek. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada lagi perekrutan pegawai pengawas perburuhan yang menangani pelanggaran terhadap program Jamsostek.
  5. Masalah bentuk badan hukum badan penyelenggara jaminan sosial yang sekarang berlaku kurang sesuai dengan prinsip UU SJSN.

 

Berdasarkan komparasi pembangunan sosial di China dan Indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa demokrasi belum tentu membawa kesejahteraan bagi rakyat. Neoliberalisme dengan invisible hand-nya gagal membagikan kue-kue pembangunan secara merata bahkan menciptakan disparitas yang semakin besar. Market driven development di Indonesia kerdil dalam melaksanakan pembangunan ekonomi dan sosial dibandingkan dengan state led development di China. China telah membuktikan bahwa otoritas peran negara yang dominan di bawah satu komando Partai Komunis China tidak kalah dengan demokrasi ala barat dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi warga negara. Selain itu, pembangunan sosial dan ekonomi di China juga disertai oleh kepemimpinan yang kuat dan mempunyai komitmen untuk mensejahterakan rakyat. Sen (1999) menyatakan bahwa the point of departure of the approach lies in the identification of freedom as the main object of development, the reach of the policy analysis lies in establishing the empirical linkages that make the viewpoint of freedom coherent and cogent as the guiding perspective of the process of development. Maka dari itu, hendaknya Indonesia dapat terbebas dari jerat neoliberalisme yang hanya menguntungkan pemilik modal barat. Ideologi Pancasila harus dihidupkan kembali dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa Indonesia bukan pewaris budaya dunia tetapi bangsa Indonesia mewariskan bagi peradaban dunia, salah satunya berupa Pancasila.

Daftar Pustaka

 

Dharmawan (Ed), 2006, Cermin dari China: Geliat Sang Naga di Era Globalisasi, Jakarta: Penerbit Kompas.

Guidi, Chen dan Wu Chuntao, 2007, China Undercover: Rahasia di Balik Kemajuan China, Jakarta: Ufuk Press.

Sen, Amartya, 1999, Development as Freedom, New York: Anchor Books.

Soetomo, 2006, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

US Social Security Administration, 2009, Social Security Throughout the World, Washington DC.

Winarno, Budi, 2009, Pertarungan Negara vs Pasar, Yogyakarta: MedPress.

____________, 2010, Melawan Gurita Neoliberalisme, Jakarta: Erlangga.

 

Sumber lain:

Indonesia.cri.cn, 2011, China hidupkan Kartu Jaminan Sosial, Institut Jaminan Sosial Indonesia 3 September 2011 diakses dari http://www.inssin.org/china-hidupkan-kartu-jaminan-sosial/tanggal 28 Juni 2012.

Purwoko, Bambang, 2010, Sistem Jaminan Sosial: Asas, Prinsip, Sifat Kepesertaan dan Tata-Kelola Penyelenggaraan di Beberapa Negara, makalah disajikan dalam Sosialisasi Program Jamsostek, Jakarta, 15 Desember 2010.

Setiawan, 2012, Hampir 128 Juta Rakyat China Miskin, metrotvnews.com 27 Juni 2012 diakses dari http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/06/27/96361/Hampir-128-Juta-Rakyat-China-Miskin/7 tanggal 28 Juni 2012.

 

 

Leave a comment